Ada seorang teman yang beberapa tahun terakhir ini ia kelihatan sedang susah kehidupannya. Setelah ditanyakan ternyata ia mempunyai masalah dengan tagihan kartu kredit. Ia mempunyai kebiasaan suka berbelanja dengan kartu kredit tapi menunda-nunda pembayaran tagihan kartu kredit sehingga hutang kartu kreditnya semakin besar karena ditambah dengan hutang bunga yang terus-menerus bertambah. Bagaimana dengan kartu kredit syariah?
AKHIR-akhir ini banyak bermunculan bank-bank syariah, seperti jamur yang dengan cepat berada dimana-mana. Munculnya bank-bank syariah konsekuensi yang diterima adalah munculnya produk-produk perbankan yang sangat beragam dan tentunya jumlahnya yang mendekati dari produk bank konvensional. Salah satu yang muncul adalah kartu kredit syariah. Ada beberapa bank yang mulai menawarkan kartu kredit syariah ke masyarakat dan ada beberapa pula yang masih melakukan kajian sebelum mengeluarkan kartu kredit syariah.
Adanya fatwa MUI mengenai kartu kredit ini memang melegakan, artinya di sini masyarakat merasa kehalalan dari produk yang dikeluarkan bank syariah dapat dipertanggungjawabkan. Majelis Ulama telah memberikan fatwa persetujuan bernomor 54/DSN-MUI/IX/2006 kepada Bank yang menerbitkan kartu kredit syariah. Bank Indonesia juga sudah mengamini produk ini dengan surat persetujuan bernomor 9/183/DPbS/2007. "Kartu kredit syariah ini ditujukan untuk melengkapi rangkaian produk kartu yang kami tawarkan kepada para nasabah," ujar Dirut salah satu bank penerbit kartu kredit syariah, Dirham CardBank Danamon. Kartu kredit kovensional, sebenarnya juga dibolehkan oleh para ulama. Asal, penggunanya selalu membayar tepat waktu sebelum jatuh tempo sehingga tak terbelit bunga, lanjutnya.
Perbedaan Dirham Card dan kartu kredit biasa terletak pada akad (perjanjian kontrak atau skema transaksi yang digunakan dan dapat berupa ijarah, kafalah ataupun Qardh. Akad ijarah pada kartu kredit ini artinya, penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas penyediaan jasa atau ijarah ini, pemegang kartu dikenakan biaya keanggotaan.
Adapun dalam skema kafalah, Bank Syariah selaku penerbit kartu bertindak sebagai penjamin bagi pemegang kartu terhadap merchant (toko) atas semua kewajiban bayar yang timbul. Bank sebagai penerbit kartu akan menerima imbal jasa atau fee. Untuk akad Qardh, penerbit kartu adalah pemberi pinjaman kepada pemegang kartu melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank penerbit kartu. "Pemegang kartu dengan demikian berkewajiban untuk mengembalikan sejumlah dana yang ditarik pada waktunya," tambahnya. Dirham Card ini tidak menerapkan sistem bunga. Namun menggunakan sistem biaya sewa berdasarkan prinsip ijarah. Sementara pengelolaan dana kebajikan yang diperoleh dari penyelenggaraan produk syariah misalnya late payment fee, disalurkan untuk kegiatan kedermawanan.
Dalam akad qardh, prinsip yang digunakan adalah prinsip utang piutang tanpa bunga atau denda atas utang tersebut. Sedangkan kafalah merupakan prinsip perwakilan. Artinya, pada saat bertransaksi pemegang kartu bertindak mewakili bank untuk bertransaksi dengan merchant.
Perbedaan dengan kartu kredit konvensional, kartu Syariah ini bebas bunga. Penggunaannya seperti kartu kredit, tetapi tidak ada pembayaran minimum seperti kartu kredit. Jadi, begitu jatuh tempo, tagihan harus dilunasi seluruhnya, tidak boleh dicicil.
Manfaat atau Mudharat?
DALAM konteks kartu kredit syariah ini banyak masyarakat yang ragu-ragu. Berbagai pendapat yang beredar adalah, kartu kredit syariah dikeluarkan oleh pihak bank dengan akad qard. Dengan akad qard kita tidak dikenakan bagi hasil (jadi 100rb ya dibayar 100rb) namun hanya biaya administrasi saja. Nah yang menjadi masalah adalah, dengan adanya kartu kredit ini dalam penggunaannya tidak ada pembatasan dalam konteks tempat-tempat yang tidak diperbolehkan menggunakan kartu kredit syariah dan yang diperbolehkan. Saat ini kartu kredit syariah sama dengan kartu kredit bank konvensional dalam melakukan afiliasi, misalnya dengan mastercard, visa, dsb, sehingga dengan afiliasi ini penggunaannya bisa digunakan dimana saja yang bertanda visa, mastercard dsb. Jadi kartu kredit syariah digunakan di bar, diskotek, lounge, atau casino sekalipun dimungkinkan!
Permasalahannya kemudian, uang yang digunakan adalah uang nasabah yang menginginkan disimpan di bank syariah agar sesuai prinsip syariah. Dengan menggunakan kartu kredit pada tempat-tempat yang tidak sesuai syariah artinya telah terjadi penyimpangan dari penyaluran dana masyarakat yang tidak sesuai prinsip syariah. Semestinya, penyaluran dana yang sesuai prinsip syariah tidak boleh pada hal-hal yang melanggar syariah/tempat-tempat yang tidak sesuai syariat. Sementara yang bisa dilakukan bank syariah hanya menghimbau kepada nasabahnya untuk tidak melakukan transaksi-transaksi yang tidak sesuai syariah. Dan itu kembali kepada pribadi masing-masing orang.
Kartu kredit Syariah sebenarnya sama saja dengan kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank konvensional baik fungsi maupun kegunaannya. Bedanya kalau kartu kredit syariah, bank syariah yang menerbitkannya tidak diperkenankan untuk memungut bunga tetapi hanya Imbal jasa atau fee dari setiap pemakaian kartu kredit syariah tsb. Jadi karena fungsi dan kegunaannya sama dengan kartu kredit konvensional, kartu kredit syariah bisa jadi juga banyak membawa mudharat baik kepada nasabah maupun bagi bank syariah yang menerbitkannya yaitu:
1. Kartu kredit syariah bisa mendorong nasabah untuk bersikap konsumtif, boros yang dilarang oleh ajaran agama Islam.
2. Salah satu misi utama bank syariah adalah mendorong terciptanya sektor rill yang banyak menyerap tenaga kerja bukannya sebaliknya menciptakan ummat yang konsumtif. Kalau banyak kartu kredit syariah yang bermasalah misalnya pembayaran kartu kredit syariah banyak yang macet, hal ini bisa mengganggu misi utama bank syariah dalam mendorong terciptanya sektor rill tsb.
3. Kartu kredit syariah tidak dikenakan bunga keterlambatan dan tidak adanya jaminan (collateral) dari para nasabah penggunanya sehingga nasabah tidak ada ikatan moral maupun materill untuk segera melakukan pembayaran tagihan kartu kredit syariahnya, sehingga nasabah cenderung melakukan penundaan pembayaran tagihan kartu kredit syariahnya. Hal ini bisa meningkatkan resiko Non Performing Financing di Bank Syariah yang menerbitkan kartu kredit syariah.
Kalau di dalam bank syariah itu tidak ada produk seperti di perbankan konvensional seperti tidak ada kartu kredit syariah dan tidak adanya kredit multiguna bukan berarti pelayanan bank syariah itu buruk tetapi lebih dilihat dari aspek syariahnya seperti lebih banyak manfaatnya atau mudharatnya. Jadi kesimpulan yang bisa diambil dari uraian di atas adalah tidak semua produk perbankan konvensional bisa diadopsi kedalam produk bank syariah. Harus dilihat terlebih dahulu apakah lebih banyak manfaatnya atau mudharatnya bagi bank syariah sendiri maupun bagi nasabah. Bagaimana pendapat Anda?
AKHIR-akhir ini banyak bermunculan bank-bank syariah, seperti jamur yang dengan cepat berada dimana-mana. Munculnya bank-bank syariah konsekuensi yang diterima adalah munculnya produk-produk perbankan yang sangat beragam dan tentunya jumlahnya yang mendekati dari produk bank konvensional. Salah satu yang muncul adalah kartu kredit syariah. Ada beberapa bank yang mulai menawarkan kartu kredit syariah ke masyarakat dan ada beberapa pula yang masih melakukan kajian sebelum mengeluarkan kartu kredit syariah.
Adanya fatwa MUI mengenai kartu kredit ini memang melegakan, artinya di sini masyarakat merasa kehalalan dari produk yang dikeluarkan bank syariah dapat dipertanggungjawabkan. Majelis Ulama telah memberikan fatwa persetujuan bernomor 54/DSN-MUI/IX/2006 kepada Bank yang menerbitkan kartu kredit syariah. Bank Indonesia juga sudah mengamini produk ini dengan surat persetujuan bernomor 9/183/DPbS/2007.
Perbedaan Dirham Card dan kartu kredit biasa terletak pada akad (perjanjian kontrak atau skema transaksi yang digunakan dan dapat berupa ijarah, kafalah ataupun Qardh. Akad ijarah pada kartu kredit ini artinya, penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas penyediaan jasa atau ijarah ini, pemegang kartu dikenakan biaya keanggotaan.
Adapun dalam skema kafalah, Bank Syariah selaku penerbit kartu bertindak sebagai penjamin bagi pemegang kartu terhadap merchant (toko) atas semua kewajiban bayar yang timbul. Bank sebagai penerbit kartu akan menerima imbal jasa atau fee. Untuk akad Qardh, penerbit kartu adalah pemberi pinjaman kepada pemegang kartu melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank penerbit kartu. "Pemegang kartu dengan demikian berkewajiban untuk mengembalikan sejumlah dana yang ditarik pada waktunya," tambahnya. Dirham Card ini tidak menerapkan sistem bunga. Namun menggunakan sistem biaya sewa berdasarkan prinsip ijarah. Sementara pengelolaan dana kebajikan yang diperoleh dari penyelenggaraan produk syariah misalnya late payment fee, disalurkan untuk kegiatan kedermawanan.
Dalam akad qardh, prinsip yang digunakan adalah prinsip utang piutang tanpa bunga atau denda atas utang tersebut. Sedangkan kafalah merupakan prinsip perwakilan. Artinya, pada saat bertransaksi pemegang kartu bertindak mewakili bank untuk bertransaksi dengan merchant.
Perbedaan dengan kartu kredit konvensional, kartu Syariah ini bebas bunga. Penggunaannya seperti kartu kredit, tetapi tidak ada pembayaran minimum seperti kartu kredit. Jadi, begitu jatuh tempo, tagihan harus dilunasi seluruhnya, tidak boleh dicicil.
Manfaat atau Mudharat?
DALAM konteks kartu kredit syariah ini banyak masyarakat yang ragu-ragu. Berbagai pendapat yang beredar adalah, kartu kredit syariah dikeluarkan oleh pihak bank dengan akad qard. Dengan akad qard kita tidak dikenakan bagi hasil (jadi 100rb ya dibayar 100rb) namun hanya biaya administrasi saja. Nah yang menjadi masalah adalah, dengan adanya kartu kredit ini dalam penggunaannya tidak ada pembatasan dalam konteks tempat-tempat yang tidak diperbolehkan menggunakan kartu kredit syariah dan yang diperbolehkan. Saat ini kartu kredit syariah sama dengan kartu kredit bank konvensional dalam melakukan afiliasi, misalnya dengan mastercard, visa, dsb, sehingga dengan afiliasi ini penggunaannya bisa digunakan dimana saja yang bertanda visa, mastercard dsb. Jadi kartu kredit syariah digunakan di bar, diskotek, lounge, atau casino sekalipun dimungkinkan!
Permasalahannya kemudian, uang yang digunakan adalah uang nasabah yang menginginkan disimpan di bank syariah agar sesuai prinsip syariah. Dengan menggunakan kartu kredit pada tempat-tempat yang tidak sesuai syariah artinya telah terjadi penyimpangan dari penyaluran dana masyarakat yang tidak sesuai prinsip syariah. Semestinya, penyaluran dana yang sesuai prinsip syariah tidak boleh pada hal-hal yang melanggar syariah/tempat-tempat yang tidak sesuai syariat. Sementara yang bisa dilakukan bank syariah hanya menghimbau kepada nasabahnya untuk tidak melakukan transaksi-transaksi yang tidak sesuai syariah. Dan itu kembali kepada pribadi masing-masing orang.
Kartu kredit Syariah sebenarnya sama saja dengan kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank konvensional baik fungsi maupun kegunaannya. Bedanya kalau kartu kredit syariah, bank syariah yang menerbitkannya tidak diperkenankan untuk memungut bunga tetapi hanya Imbal jasa atau fee dari setiap pemakaian kartu kredit syariah tsb. Jadi karena fungsi dan kegunaannya sama dengan kartu kredit konvensional, kartu kredit syariah bisa jadi juga banyak membawa mudharat baik kepada nasabah maupun bagi bank syariah yang menerbitkannya yaitu:
1. Kartu kredit syariah bisa mendorong nasabah untuk bersikap konsumtif, boros yang dilarang oleh ajaran agama Islam.
2. Salah satu misi utama bank syariah adalah mendorong terciptanya sektor rill yang banyak menyerap tenaga kerja bukannya sebaliknya menciptakan ummat yang konsumtif. Kalau banyak kartu kredit syariah yang bermasalah misalnya pembayaran kartu kredit syariah banyak yang macet, hal ini bisa mengganggu misi utama bank syariah dalam mendorong terciptanya sektor rill tsb.
3. Kartu kredit syariah tidak dikenakan bunga keterlambatan dan tidak adanya jaminan (collateral) dari para nasabah penggunanya sehingga nasabah tidak ada ikatan moral maupun materill untuk segera melakukan pembayaran tagihan kartu kredit syariahnya, sehingga nasabah cenderung melakukan penundaan pembayaran tagihan kartu kredit syariahnya. Hal ini bisa meningkatkan resiko Non Performing Financing di Bank Syariah yang menerbitkan kartu kredit syariah.
Kalau di dalam bank syariah itu tidak ada produk seperti di perbankan konvensional seperti tidak ada kartu kredit syariah dan tidak adanya kredit multiguna bukan berarti pelayanan bank syariah itu buruk tetapi lebih dilihat dari aspek syariahnya seperti lebih banyak manfaatnya atau mudharatnya. Jadi kesimpulan yang bisa diambil dari uraian di atas adalah tidak semua produk perbankan konvensional bisa diadopsi kedalam produk bank syariah. Harus dilihat terlebih dahulu apakah lebih banyak manfaatnya atau mudharatnya bagi bank syariah sendiri maupun bagi nasabah. Bagaimana pendapat Anda?